Belasan Ribu Ijazah Warga Jakarta Disandera Sekolah

Istimewa

Ijazah Warga Jakarta – Apa jadinya jika masa depan anak bangsa digadaikan oleh lembaga yang seharusnya menjadi pilar harapan? Inilah yang terjadi di Jakarta. Pramono Anung, seorang tokoh nasional yang di kenal vokal terhadap keadilan sosial, baru-baru ini membongkar fakta mencengangkan: belasan ribu ijazah warga Jakarta di tahan oleh pihak sekolah. Ijazah—dokumen yang menjadi tiket untuk melanjutkan pendidikan, mencari kerja, atau sekadar mendapatkan pengakuan atas jerih payah bertahun-tahun belajar—telah berubah menjadi alat sandera.

Sekolah-sekolah, baik negeri maupun swasta, di sebut menahan ijazah para lulusan hanya karena alasan tunggakan biaya. Ironis, mengingat pendidikan di Indonesia seharusnya inklusif, adil, dan bebas dari diskriminasi ekonomi. Apakah dunia pendidikan kita sudah sebegitu komersilnya hingga moral pun di korbankan?

Ijazah Ditahan = Masa Depan Dibatalkan

Bayangkan seorang siswa yang telah lulus dengan susah payah, namun tak bisa melamar kerja karena ijazahnya masih tersimpan di lemari sekolah. Mereka terpaksa bekerja serabutan, upah harian, bahkan jadi buruh kasar, padahal mereka layak untuk kesempatan yang lebih baik. Ini bukan sekadar masalah administrasi, ini kejahatan sistemik terhadap masa depan anak bangsa.

Menurut Pramono, praktik ini bukan hal baru. Bertahun-tahun praktik ini di biarkan, nyaris di anggap wajar. Sekolah merasa punya hak untuk menahan dokumen karena siswa belum melunasi biaya—sementara negara tutup mata. Bukankah ini bentuk pelecehan terhadap hak dasar pendidikan?

Di Mana Peran Pemerintah?

Pertanyaannya: di mana negara saat rakyatnya di tindas oleh sistem yang seharusnya melindungi mereka? Jakarta, ibukota negara, tempat pusat pemerintahan berdiri megah, justru menjadi lokasi tragedi pendidikan ini. Seharusnya, pemerintah DKI Jakarta dan Kementerian Pendidikan turun tangan, membentuk satuan tugas khusus untuk menyelidiki, menyita dokumen yang di tahan, dan menindak tegas sekolah yang terbukti melanggar.

Baca juga: https://outbackgovie.com/

Tidak cukup dengan imbauan. Harus ada langkah konkret. Jika perlu, buat regulasi yang menyatakan penahanan ijazah sebagai pelanggaran hukum yang bisa di pidana. Masa depan generasi muda terlalu berharga untuk di gadaikan demi lembaran rupiah.

Ijazah Bukan Barang Jaminan

Ijazah adalah hak, bukan barang gadai. Sekolah yang menahannya telah melanggar etika dan keadilan sosial. Pramono hanya mengungkap fakta, tapi tugas kita semua—masyarakat, media, dan terutama pemerintah—untuk bertindak.

Skandal ini bukan sekadar statistik. Di balik angka “belasan ribu” itu ada wajah-wajah anak muda yang putus asa, orang tua yang menangis diam-diam, dan cita-cita yang di gantung di rak lemari sekolah. Saatnya kita bertanya: mau di bawa ke mana pendidikan kita jika sekolah berubah menjadi penagih utang, bukan pembuka jalan masa depan?