Tak Bisa Ditunda, Pemerintah Harus Prioritaskan Pendidikan

Tak Bisa Ditunda – Pendidikan di Indonesia bukan sekadar urusan membangun gedung atau menggaji guru. Ini soal masa depan bangsa. Tapi sayangnya, realita di lapangan sungguh menampar keras: ratusan siswa naik kelas tanpa bisa membaca, sekolah-sekolah kekurangan fasilitas, dan guru dibiarkan berjuang sendirian tanpa pelatihan yang layak.

Fenomena semacam ini bukan sekadar potret kegagalan institusi pendidikan, tapi juga cermin dari lemahnya komitmen negara terhadap salah satu pilar utama pembangunan manusia. Jika pendidikan tak segera di prioritaskan, kita sedang menyiapkan generasi yang tumbuh tanpa arah dan tanpa daya saing.

Kebijakan Setengah Hati: Anggaran Besar, Tapi Salah Sasaran

Pemerintah sering membanggakan alokasi dana pendidikan 20% dari APBN, tapi mari kita telaah lebih dalam: ke mana sebenarnya dana itu mengalir? Banyak anggaran justru habis untuk hal-hal administratif, pelatihan formalitas, dan proyek fisik yang tak berdampak langsung pada kualitas belajar siswa.

Sementara itu, masih banyak guru honorer yang hidup dengan gaji tak layak. Ribuan sekolah di pelosok tak punya akses internet, bahkan ada yang tak punya toilet. Apakah ini wajah pendidikan yang kita banggakan?

Anggaran besar tanpa perencanaan strategis hanya akan jadi buih yang menguap. Pendidikan bukan soal pencitraan proyek-proyek mewah, tapi soal menyentuh langsung kebutuhan guru dan murid di ruang kelas.

Beban Berat di Pundak Guru, Tapi Tak Didengar

Guru adalah ujung tombak pendidikan. Tapi di Indonesia, mereka justru jadi pihak yang paling sering di pinggirkan. Beban administratif menumpuk, kewajiban mengisi laporan yang rumit, di tambah tekanan dari kepala sekolah hingga orang tua siswa, membuat banyak guru kehilangan fokus utama mereka: mengajar.

Lebih parah lagi, pelatihan guru seringkali bersifat formalitas, tak menyentuh kemampuan praktis mengajar di kelas. Banyak guru akhirnya menggunakan metode lama, tanpa inovasi, tanpa pendekatan personal pada siswa. Jika guru tak di perkuat, jangan harap murid bisa berkembang.

Anak-anak Butuh Pendidikan yang Nyata, Bukan Sekadar Ijazah

Setiap anak di negeri ini punya hak atas pendidikan berkualitas. Tapi sayangnya, pendidikan sering hanya jadi alat formal untuk mengejar ijazah, bukan wadah tumbuhnya karakter dan kemampuan. Banyak siswa naik kelas karena sistem yang terlalu longgar, bukan karena mereka layak.

Baca juga : Penjurusan Kembali di SMA: Luka Psikologis yang Tidak Terlihat

Akibatnya, kita melahirkan generasi yang pandai mengikuti ujian, tapi lemah berpikir kritis. Mereka hafal rumus, tapi tak paham cara menyelesaikan masalah. Mereka tahu teori, tapi bingung menerapkannya. Ini bukan kesalahan siswa—ini kegagalan sistem.

Anak-anak butuh guru yang menginspirasi, ruang kelas yang nyaman, akses teknologi, dan kurikulum yang menyentuh realita hidup mereka. Pendidikan bukan tentang seragam dan absensi, tapi tentang bagaimana anak bisa berpikir, berbuat, dan bermimpi besar.

Saatnya Pemerintah Benar-benar Turun Tangan

Pendidikan bukan sektor pelengkap. Ini harus jadi prioritas utama dalam perencanaan pembangunan nasional. Pemerintah tidak bisa terus menunda pembenahan dengan alasan birokrasi atau keterbatasan anggaran. Jika kita terus abai, maka ketimpangan pendidikan akan melebar, dan jurang sosial akan semakin dalam.

Presiden, menteri, pejabat daerah—semua harus melihat pendidikan sebagai investasi jangka panjang yang tidak bisa di tunda. Butuh keberanian politik untuk menata ulang sistem yang sudah usang. Butuh komitmen serius untuk memperkuat guru, memperbaiki kurikulum, dan memastikan setiap anak mendapat pendidikan yang adil dan layak.

Sekarang atau tidak sama sekali.

Penjurusan Kembali di SMA: Luka Psikologis yang Tidak Terlihat

Istimewa

Penjurusan Kembali di SMA – Di balik senyum palsu para siswa SMA, tersimpan tekanan mental luar biasa akibat kebijakan penjurusan ulang. Bayangkan saja, seorang siswa yang sejak awal duduk di bangku kelas X sudah menetapkan hati untuk masuk jurusan IPA, harus menerima kenyataan pahit: ia di pindahkan ke IPS hanya karena nilai matematikanya turun beberapa poin. Keputusan ini tidak hanya mengubah jalur akademik mereka, tapi juga menghancurkan semangat dan kepercayaan diri yang selama ini di bangun dengan susah payah.

Penjurusan ulang bukan sekadar administrasi sekolah. Ini adalah keputusan yang menyerempet sisi emosional dan identitas diri siswa. Ketika seorang remaja yang sedang berada di fase pencarian jati diri di paksa menyesuaikan arah hidup karena sebuah angka di atas kertas, luka batin mulai terbentuk—perlahan tapi pasti.

Ekspektasi Guru vs Realitas Siswa

Sering kali, penjurusan ulang dilakukan dengan dalih untuk “menempatkan siswa di jalur yang tepat.” Tapi, siapa yang menentukan jalur yang tepat itu? Guru? Kurikulum? Sistem pendidikan yang kaku? Sementara siswa di perlakukan seperti pion catur yang bisa di pindahkan sesuka hati, tanpa mempertimbangkan suara hati dan mimpi mereka sendiri https://outbackgovie.com/.

Kita tidak bisa menutup mata terhadap dampaknya. Siswa yang di paksa pindah jurusan banyak yang mengalami gejala psikosomatis: sakit kepala, sulit tidur, cemas berlebihan, bahkan depresi ringan. Mereka merasa gagal. Merasa tidak cukup baik. Merasa dikhianati oleh sistem yang seharusnya mendukung mereka.

Kebebasan yang Dirampas, Masa Depan yang Dipertaruhkan

Dalam sistem pendidikan yang ideal, siswa seharusnya di beri ruang untuk tumbuh, mengeksplorasi minat, dan memilih jalan hidupnya sendiri. Namun, penjurusan ulang justru merampas hak itu. Bayangkan seseorang yang bermimpi menjadi dokter harus rela mengubur mimpinya karena di paksa masuk IPS. Apakah sistem pendidikan kita benar-benar peduli pada potensi anak, atau hanya fokus pada angka dan statistik?

Realita ini menciptakan generasi yang tidak hanya bingung arah, tapi juga takut bermimpi. Karena mereka tahu, mimpi itu bisa di ambil kapan saja oleh sistem yang tidak memberi mereka ruang untuk bersuara.

Baca juga artikel kami yang lainnya: DPR Bahas Omnibus Law UU tentang Pendidikan

Saatnya Menggugat Sistem

Sudah saatnya kita buka mata dan suara: penjurusan ulang bukan solusi, tapi masalah. Pendidikan seharusnya membebaskan, bukan membelenggu. Jika terus di biarkan, trauma yang di timbulkan tidak akan hilang begitu saja. Luka psikologis ini akan terbawa hingga masa dewasa, menciptakan generasi yang kehilangan rasa percaya pada diri sendiri. Ini bukan hanya soal kebijakan sekolah. Ini soal masa depan anak-anak kita. Dan kita tidak bisa lagi diam.

DPR Bahas Omnibus Law UU tentang Pendidikan

DPR Bahas Omnibus – Ketika rakyat sibuk memikirkan biaya sekolah yang makin menggila, DPR malah sibuk membahas Omnibus Law UU tentang Pendidikan. Ya, kamu nggak salah baca. Di tengah gonjang-ganjing sistem pendidikan yang sering bikin kepala mendidih, DPR justru berniat menyatukan berbagai aturan pendidikan ke dalam satu payung hukum besar. Katanya sih biar lebih efisien. Tapi, benarkah niatnya semulia itu?

Omnibus Law, yang sebelumnya bikin heboh karena menyentuh sektor tenaga kerja dan lingkungan, kini merambah dunia pendidikan. Dan tentu saja, publik di buat bertanya-tanya: ini mau benahi sistem pendidikan, atau malah bikin tambah ribet?


Apa Sih Maksud Omnibus Law di Dunia Pendidikan?

Omnibus Law bukan istilah keren yang muncul dari seminar kampus. Ini adalah metode legislasi yang menggabungkan banyak aturan menjadi satu undang-undang. Jadi, semua UU yang selama ini mengatur pendidikan — dari UU Sistem Pendidikan Nasional, UU Pendidikan Tinggi, sampai UU Guru dan Dosen — akan di gabung, di revisi, dan di sulap dalam satu dokumen hukum.

Alasannya? Supaya tidak tumpang tindih. Tapi masalahnya, saat semuanya di satukan, muncul kekhawatiran baru: apakah semua aspek pendidikan bisa di akomodasi dengan adil? Atau malah ada pasal-pasal ‘siluman’ yang numpang lewat di tengah-tengah revisi besar ini?

Baca juga : Dua Kampus di Jawa Timur Sediakan Fasilitas untuk Sekolah Rakyat


Sorotan Publik: Pendidikan Jangan Dijadikan Proyek Politik

Beberapa isi rancangan awal yang bocor ke publik langsung bikin heboh. Ada dugaan bahwa otonomi pendidikan akan di persempit. Padahal, banyak perguruan tinggi dan institusi pendidikan daerah yang sudah mati-matian memperjuangkan independensi mereka selama bertahun-tahun.

Di sisi lain, masyarakat mulai resah: apakah dunia pendidikan akan makin di komersialisasi? Jangan-jangan, Omnibus Law ini malah membuka celah makin lebarnya jurang antara sekolah negeri dan swasta, antara kota dan desa, antara si kaya dan si miskin.

Bahkan beberapa pengamat menyebut, jangan sampai UU ini hanya menjadi cara halus untuk menyeragamkan sistem, tanpa mempertimbangkan konteks sosial dan budaya yang berbeda-beda di tiap daerah. Pendidikan itu bukan pabrik. Anak-anak bukan produk. Lalu kenapa semuanya harus di standarkan?


Reaksi Guru dan Mahasiswa: Curiga dan Siaga

Para guru, dosen, hingga mahasiswa mulai menunjukkan sikap waspada. Banyak yang merasa tidak di libatkan dalam proses penyusunan draf. Padahal, merekalah ujung tombak pendidikan. Ironis, kan? Yang mengajar dan yang di ajar malah gak di ajak ngobrol.

Asosiasi guru mulai angkat suara. Mereka menuntut agar pemerintah transparan, jangan hanya melibatkan segelintir elit pendidikan yang duduk di atas menara gading. Mahasiswa pun sudah mulai menyiapkan suara perlawanan. Mereka tidak mau nasib pendidikan Indonesia di putuskan lewat rapat-rapat sunyi yang tidak melibatkan suara rakyat.


Pendidikan di Tangan Legislator: Harapan atau Ancaman?

Ketika DPR memegang kendali atas masa depan pendidikan lewat Omnibus Law, pertanyaan besar muncul: apakah mereka benar-benar paham tantangan yang di hadapi para guru di pedalaman, atau siswa yang harus pinjam HP tetangga demi ikut kelas online?

Pendidikan bukan soal angka dan grafik. Ia adalah soal masa depan, soal harapan jutaan anak. Dan ketika pembahasan Omnibus Law UU tentang Pendidikan di lakukan secara terburu-buru dan minim partisipasi publik, yang lahir bukan solusi—melainkan keresahan.

Saat ini, rakyat hanya bisa berharap sambil terus mengawasi: apakah ini akan menjadi langkah maju untuk pendidikan nasional, atau justru jebakan yang mengancam dunia pendidikan dengan jargon-jargon legal yang terdengar manis tapi punya racun di baliknya.

Gunakan THR Anak untuk Tabungan Pendidikan

Gunakan THR Anak – Dalam kehidupan keluarga, ada berbagai cara untuk mengelola keuangan agar dapat memenuhi berbagai kebutuhan, salah satunya adalah pendidikan anak.

Salah satu sumber pendapatan yang seringkali datang saat lebaran adalah Tunjangan Hari Raya (THR). Bagi sebagian besar keluarga, THR bisa menjadi kesempatan untuk menambah dana, baik untuk kebutuhan konsumtif maupun tabungan jangka panjang.

Salah satu pilihan yang bijak adalah mengalokasikan THR anak untuk tabungan pendidikan mereka.

Manfaat menggunakan THR anak untuk tabungan pendidikan

Berikut beberapa manfaat menggunakan THR anak untuk tabungan pendidikan mereka.

1. Investasi jangka panjang untuk pendidikan

Pendidikan merupakan salah satu kebutuhan utama yang memerlukan dana besar. Menurut data dari Badan Pusat Statistik (BPS), biaya pendidikan di Indonesia terus mengalami peningkatan setiap tahunnya.

Untuk jenjang pendidikan tinggi, biaya kuliah di universitas negeri maupun swasta bisa mencapai puluhan juta rupiah per tahun.

Dengan menabung sejak dini menggunakan THR anak, orang tua dapat memastikan bahwa dana pendidikan anak dapat tercapai tanpa terbebani oleh biaya mendesak di masa depan.

2. Mengajarkan anak tentang pengelolaan keuangan

Salah satu manfaat positif lainnya adalah mengajarkan anak pentingnya pengelolaan keuangan sejak dini.

Dengan memberikan pemahaman tentang bagaimana cara menabung untuk tujuan yang lebih besar, seperti pendidikan, anak dapat lebih teredukasi untuk mengelola keuangan mereka di masa depan.

Keterlibatan anak dalam proses menabung dan merencanakan pendidikan juga dapat meningkatkan rasa tanggung jawab mereka terhadap masa depan.

Baca juga : Dua Kampus di Jawa Timur Sediakan Fasilitas untuk Sekolah Rakyat

3. Memanfaatkan program tabungan pendidikan yang menguntungkan

Banyak bank di Indonesia yang menawarkan produk tabungan pendidikan dengan berbagai keuntungan, seperti bunga yang lebih tinggi, bonus tertentu, atau perlindungan asuransi.

Program tabungan pendidikan ini memiliki tujuan khusus, yakni membantu orang tua mempersiapkan dana pendidikan anak sejak dini.

Dengan memilih produk tabungan yang tepat, orang tua bisa mendapatkan keuntungan lebih dan memastikan dana pendidikan terkumpul dengan optimal.

4. Mengurangi beban keuangan di masa depan

Salah satu keuntungan besar dari menabung pendidikan adalah mengurangi beban keuangan saat anak memasuki usia kuliah atau melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi.

Tanpa tabungan yang memadai, banyak orang tua yang terpaksa berutang atau mengurangi pengeluaran lain untuk memenuhi biaya pendidikan anak.

Oleh karena itu, tabungan pendidikan menjadi solusi yang tepat untuk meminimalisir stres keuangan di masa depan.

Cara menggunakan THR anak untuk tabungan pendidikan

Berikut cara yang dapat dilKukan orang tua dalam menggunakan THR anak untuk tabungan pendidikan.

1. Pilih produk tabungan pendidikan yang tepat

Banyak bank di Indonesia yang menawarkan produk tabungan pendidikan dengan berbagai keuntungan.

Sebelum memilih produk tabungan, penting untuk membandingkan beberapa pilihan yang tersedia. Beberapa bank yang menawarkan produk tabungan pendidikan antara lain Bank Mandiri, BRI, dan BCA.

Pastikan untuk memilih tabungan yang sesuai dengan rencana keuangan keluarga dan memberikan bunga yang cukup untuk meningkatkan dana secara optimal.

2. Tentukan tujuan dan jumlah yang ingin ditabung

Sebelum memulai menabung, tentukan terlebih dahulu tujuan pendidikan anak dan berapa biaya yang dibutuhkan.

Misalnya, jika anak berencana melanjutkan pendidikan ke perguruan tinggi, estimasi biaya kuliah dan kebutuhan lainnya dapat dihitung sejak dini.

Dengan mengetahui jumlah yang ingin ditabung, Anda dapat merencanakan jumlah THR yang akan disisihkan setiap tahun.

3. Otomatisasi setoran tabungan

Untuk mempermudah dan disiplin dalam menabung, orang tua dapat memilih untuk melakukan otomatisasi setoran tabungan.

Misalnya, THR yang diterima anak langsung dialihkan ke setoran awal tabungan pendidikan. Berikutnya, orang tua dapat mengotomatiskan tabungan pendidikan anak.

Hal ini akan memastikan bahwa dana pendidikan anak tetap terkumpul tanpa perlu ada keputusan lebih lanjut.

4. Pantau perkembangan tabungan secara berkala

Agar dapat memastikan tujuan keuangan tercapai dengan baik, lakukan pemantauan secara berkala terhadap saldo tabungan pendidikan anak. Ini dapat dilakukan dengan memeriksa mutasi rekening dan memastikan bahwa bunga yang diterima sesuai dengan rencana.

Jika perlu, evaluasi kembali produk tabungan yang di pilih apakah masih memberikan hasil yang optimal.

Menggunakan THR anak untuk tabungan pendidikan adalah langkah cerdas dan bijak dalam mempersiapkan masa depan pendidikan anak.

Dengan memilih produk tabungan yang tepat, menetapkan tujuan yang jelas, dan konsisten menabung setiap tahun, orang tua dapat memastikan bahwa kebutuhan pendidikan anak dapat terpenuhi tanpa harus terbebani di masa depan.

Hal ini juga mengajarkan anak pentingnya perencanaan keuangan sejak dini, yang akan berguna untuk kehidupan mereka kelak.

4 Urutan Skincare Pagi untuk Remaja, Apa Saja?

4 Urutan Skincare Pagi – Memulai perawatan kulit sejak remaja adalah langkah penting untuk menjaga kulit tetap sehat dan bebas dari masalah seperti jerawat, kulit kusam, atau minyak berlebih.

Apalagi, memasuki usia remaja, kulit mengalami berbagai perubahan akibat lonjakan hormon.

Oleh karena itu, remaja perlu mulai melakukan perawatan kulit dengan skincare. Namun, tentu tak serumit skincare orang dewasa.

Baca juga: Perjuangan Enzo Berangkat Pagi Buta Naik KRL demi Sekolah

Urutan skincare pagi untuk remaja

Pernahkah kamu berpikir kenapa kulitmu kadang terasa kusam atau bahkan muncul jerawat? Ya, ini semua bisa jadi akibat dari rutinitas skincare yang tidak tepat. Bagi remaja, perawatan kulit di pagi hari bukanlah sekadar tren, tetapi sebuah kewajiban yang perlu di mulai dari sekarang. Jangan tunggu sampai masalah kulit semakin parah. Pahami urutan skincare yang tepat agar wajahmu bisa bebas dari masalah kulit yang mengganggu. Yuk, simak urutan skincare pagi yang wajib kamu coba!

Terpenting adalah mengikuti urutan skincare yang sesuai dengan kebutuhan kulit remaja, agar tetap bersih, segar, dan terjaga kesehatannya.

Berikut empat urutan skincare pagi untuk remaja.

1. Pembersih gel

Kulit remaja biasanya melakukan eksfoliasi dengan baik sepanjang malam.

Oleh karena itu, remaja sebaiknya menghindari penggunaan pembersih atau scrub yang kasar setiap hari.

Pembersih yang kasar dapat menyebabkan produksi minyak berlebih dan menyumbat pori-pori.

2. Serum lembut

Remaja tidak di wajibkan untuk menggunakan serum.

Namun, jika memiliki kulit yang bermasalah, tidak ada salahnya untuk menambahkan serum ke rutinitas skincare.

Serum dapat membantu mengatasi berbagai masalah kulit, seperti jerawat dan kulit kusam.

Serum dengan kandungan niacinamide atau tea tree oil cocok untuk membantu mengatasi jerawat, sedangkan hyaluronic acid dapat membantu menjaga kelembapan kulit.

Untuk remaja, pilihlah serum yang lembut dengan bahan aktif dengan terlalu kuat agar tidak menyebabkan iritasi.

3. Pelembap

Pelembap membantu menjaga hidrasi kulit sepanjang hari.

Tanpa hidrasi, kulit akan mengalami dehidrasi dan mencoba melembapkan dirinya sendiri dengan memproduksi lebih banyak minyak.

Hal tersebut dapat menyebabkan pori-pori tersumbat dan munculnya jerawat.

Oleh karena itu, remaja di sarankan untuk rutin menggunakan pelembap yang ringan dan bebas minyak.

Jadi, mulai sekarang jangan anggap enteng rutinitas skincare pagi. Dengan mengikuti urutan yang tepat, kamu bisa mendapatkan kulit sehat, cerah, dan bebas masalah. Ingat, kunci utamanya adalah konsistensi! Jadi, jangan ragu untuk mulai merawat kulitmu sejak dini, dan lihat perubahan positif pada kulitmu dalam waktu singkat.

4. Sunscreen

Urutan skincare pagi untuk remaja yang terakhir adalah penggunaan sunscreen. Sebagian besar kerusakan kulit akibat sinar matahari terjadi saat masih muda.

Paparan sinar UV merusak kulit, menyebabkan tanda-tanda penuaan dini, dan dapat mengakibatkan masalah yang lebih serius seperti kanker kulit.

Penting bagi remaja perlu melindungi kulit dari paparan sinar matahari dengan sunscreen.

Cek Syarat Khusus 4 Jalur SPMB 2025, Siapkan Dokumen Ini untuk Daftar

Istimewa

Cek Syarat Khusus 4 Jalur, Ada persyaratan khsus untuk 4 jalur SPMB 2025 (sistem penerimaan murid baru) yang diperlu di ketahui sebelum mendaftar. Siswa dan orangtua perlu memastikan dokumen pendaftaran sudah sesuai syarat khusus dalam SPMB 2025 agar proses pendaftaran berjalan dengan lancar. Perlu di ketahui bahwa kemendikdasmen ( kementerian pendidikan dasar dan menegah ) telah mengumumkan secara resmi SPMB 2025 (sistem peneriman murid baru) di jakarta, senin, (3/3/2025) silam di kutip oleh outbackgovie.com.

Berikut sistem penerimaan murid baru sesuai peraturan menteri pendidikan dasar dan menegah nomor 3 tahun 2025:

A. Domisili

Bagi calon muris yang berdomisili di dalam wilayah penerimaan murid baru sesuai ketetapan pemerintah daerah.

Syarat Khusus

  • Kartu keluarga yang di terbitkan minimal 1 tahun sebelum tanggal pendaftaran penerimaan murid baru.
  • Nama orangtua/wali calon murid sama pada kartu keluarga, rapor/ ijazah dan akta kelahiran.
  • Kartu keluarga dalam keadaan tertentu bisa di ganti dengan surat keterangan domisili, keadaan tertentu yang di maksud adalah bencana alam dan bencana sosial.

B. Afirmasi

Bagi calon murid yang berasal dari keluarga tidak mampu maupun penyandang disabilitas. Bagi keluarga tidak mampu jika ingin mendaftar jalur ini perlu menyertakan kartu keikutsertaan program penanganan keluarga ekonomi tidka mampu dari pemerintah pusat dan atau pemerintah daerah. (Bukan surat keterangan jaminan kesehatan nasional atau surat keterangan tidak mampu). Bagi penyandang disabilitas harus menyertakan kartu penyandang disabilitas atau surat dari dokter/dokter spesialis.

C. Prestasi

Bagi calon murid yang berperstasi di budang akademik dan non-akademik syarat khusus untuk mendaftar jalur prestasi di SPMB 2025 antara lain:

  • Prestasi akademik dapat berupa: nilai rapor pada 5 semester terakhir atau prestasi di bidang sains, teknologi, riset, inovasi dan atau bidang akademik lainnya.
  • Prestasi non-akademik dapat berupa: pengalaman kepengurusan sebagai ketua dalam organisasi siswa intra sekolah dan organisasi kepanduan di satuan pendidikan atau prestasi di bidang seni, budaya, bahasa, olahraga dan atau bidang non-akademik lainnya.
  • Bukti dokumen prestasi di terbitkan paling lama 3 tahun sebelum tanggal pendaftaran murid baru atau SPMB 2025.

D. Mutasi

Bagi calon murid yang pindah domisili karena pekerjaan orangtua maupun anak guru persyaratan khusus pada jalur mutasi bagi calon murid yang berpindah domisili karena tugas orangtua harus memiliki:

  • Surat penugasan dan instansi, lembaga atau perusahaan yang memperkerjakan orangtua/wali.
  • Surat keterangan pindah domisili orangtua/wali calon murid yang di terbitkan oleh penjabat berwenang.
  • Surat penugasan paling lama 1 tahun sebelum tanggal pendaftaran calon murid baru.
  • Persyaratan khusus jalur mutasi dari calon murid anak guru harus memiliki surat penugasan orangtua sebagai guru di sekolah yang di tuju dan kartu keluarga.

Baca juga: https://outbackgovie.com/


Kuota SPMB 2025 Jenjang Sd, Smp, Sma

Setelah tahu syarat khusus 4 jalur SPMB 2025, ketahui juga kuota hingga syarat usia untuk mendaftar SPMB 2025.

– Domisili minimal 70 persen

– Afirmasi minimal 15 persen

– Prestasi tidak ada

– Mutasi maksimal 5 persen

Kuota SPMB Jenjang Smp

– Domisili minimal 40 persen

– Afrimasi minimal 20 persen

– Prestasi 25 persen

– Mutasi maksimal 5 persen

Kuota SPMB Jenjang Sekolah Menegah Atas

– Domisili minimal 30 persen

– Afrimasi minimal 30 persen

– Prestasi 30 persen

– Mutasi maksimal 5 persen

– Persentase untuk semua kuota di semua jenjang harus memenuhi 100 persen

Syarat Umum Penerimaan Murid Baru Di SPMB 2025

Jenjang Tk

– Kelompok A minimal 4 tahun, maksimal 5 tahun

– Kelompok B minimal 5 tahun, maksimal 6 tahun

Jenjang Sd

– Prioritas 7 tahun

– Minimal 6 tahun pada 1 juli di tahun berjalan

– Usia 5,5 tahun pada 1 juli di tahun berjalan (dengan syarat memiliki kecerdasan, bakat, istimewa dan kesiapan psikis)

Jenjang Smp

– Usia maksimal 15 tahun pada 1 juli tahun berjalan dan telah lulus dari kelas 6 sd atau sederajat

Jenjang Sma

– Usia maksimal 21 tahun pada 1 juli di tahun berjalan

– Telah lulus dari kelas 9 smp sederajat

– Jenjang Smk

– Dapat membuat syarat tambahan bagi calon murid kelas 10

Siswa dan orangtua yang ingin tahu tentang regulasi SPMB 2025 dapat diunduh melalui tautan regulasiSPMB. Demikian informasi mengenai syarat khsus 4 jalur SPMB 2025 hingga kuota di setiap jalur penerimaan dan syarat usianya yang harus dipenuhi siswa.